Friday, December 4, 2009

Berani untuk (tidak) takut

Bernada nyeleneh, slogan sebuah merek pencuci rambut berbunyi "Siapa takut?". Dengan slogan tadi, merek shampoo itu menjadi populer. Ada sebuah kuis di TV swasta yang bertajuk "Siapa berani?". Dengan nama tersebut, kuis ini pun menjadi familiar di telinga masyarakat kita (yang punya TV tentunya). Ada apa dengan kata 'takut' dan 'berani'? Mengapa dengan kata tersebut, shampoo dan kuis tersebut menjadi terkenal? Pertanyaan yang tidak relevan, saya sendiri tidak punya jawabannya. Yang jelas, dalam hidup kita takkan pernah lepas dari kedua kata tadi. Hmm...kata siapa? Adakah manusia yang sejak 'brojol' sampai menjelang ajal tidak pernah mengalami rasa takut? Seorang penakut sejak kecil pun pasti pernah memiliki secuil keberanian dalam detik-detik kehidupannya.

Ketakutan dalam hidup adalah manusiawi, namun hidup dalam ketakutan berarti tidak percaya pada Tuhan. Waah, kok pernyataan barusan ngga enak didengar ya? Berani-beraninya menghakimi tanpa bukti atau alibi! Coba kita tarik nafas dan simak pernyataan tadi. Mengapa bisa berbunyi polos (baca: seenaknya) begitu? Jawabannya sederhana saja, yaitu janji Tuhan.

Tuhan berjanji bahwa Dia akan selalu menyertai kita. Dia paham (di luar kepala) bahwa kita terlampau lemah untuk sanggup hidup di dunia yang keras ini. Dia mengerti betul, baik dan benar, akan kebutuhan kita selama kita masih bernafas. Mungkin ngga sih, Tuhan ingkar pada janji-Nya, mungkir pada ucapan-Nya? Pertanyaan berikutnya tertuju pada kita si manusia 'penakut', percayakah kita pada janji Tuhan? Adakah satu alasan kecil untuk tidak percaya pada janji Tuhan yang tak pernah sekalipun dilanggar? Tidak percaya pada janji Tuhan = tidak percaya pada Tuhan.

Semoga dengan menyadari hal ini, kita tidak lagi hidup dalam ketakutan atau kekhawatiran, agar kita tidak menjadi manusia-manusia 'tidak tahu diri' yang tidak percaya pada Penciptanya. Tentunya perlu belajar, latihan dan ujian untuk kita bisa menyandang predikat sebagai orang yang percaya penuh pada Tuhan, hidup bebas dari ketakutan.

Mari mulai lepaskan genggaman kita pada ketakutan-ketakutan akan masa depan, kematian, jodoh, masalah ekonomi, dan masalah lainnya; dan mulai menggenggam janji-janji Tuhan yang akan membuat berani untuk tidak takut. Tuhan Yesus memberkati.


"Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah."

Thursday, November 26, 2009

Akulah sang 'maha tahu'

Seberapa banyak dari kita yang enggan berkata: "Maaf, saya ngga tahu....," bila ditanya oleh bos kita atau sahabat kita? Saat menjawab telepon yang menanyakan keberadaan teman kita, seringkali kita bilang: "Wah, saya kurang tahu Bu, hmmm...kayaknya lagi ke toilet deh, Pak". Padahal faktanya, kita sungguh tidak tahu di mana dan sedang apa teman kita itu. 

Sengaja atau tidak, saya sendiri sering melakukan hal di atas. Rasanya lidah ini lebih enak mengatakan 'kurang tahu', 'kayaknya', atau 'mungkin'; ketimbang dengan gamblang bilang 'tidak tahu'. Mengapa demikian? Salah satunya adalah karena kita tidak ingin dicap sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Sebaliknya, menurut kita dengan berkata 'kurang tahu', 'kayaknya' atau 'mungkin', kita terlihat tidak bodoh-bodoh amat, dan kita berpikir ada peluang bagi kita untuk dipandang sebagai orang yang 'serba tahu', bahkan 'maha tahu' oleh sesama kita. Sebab dengan predikat tersebut, kita nampak berwawasan dan 'berisi'. Padahal, sebenarnya, kita hanyalah seorang yang "sok tahu" yang berlagak tahu. 

Sepele. Ya, masalah ini sebenarnya sepele dan tidak perlu diurai bertele-tele. Namun, hal ini dapat menjadi masalah besar tatkala kita memberikan 'pengetahuan tanpa dasar' itu saat situasi penting, apalagi yang genting. Misalnya, Pak Bos saya bertanya, "Bagaimana penjualan kita bulan ini?" Karena saya belum sempat meninjau ke lapangan, namun takut kena omel bila bilang 'tidak tahu', saya menjawab "Mungkin meningkat, Pak!" Bisakah Anda menebak bagaimana reaksi Bos saya? Misalnya lagi, ada seorang nenek perantau yang sudah tua (sebab ada juga nenek yang masih muda) tersesat di Bundaran HI, bertanya kepada kita - yang notabene sejak lahir tinggal di Jakarta - "Cu, kalau mau ke Blok M ke arah mana ya?" Tahu tapi ragu, namun malu bilang tidak tahu, akhirnya kita menjawab: "Oh, Blok M itu ke arah sana Nek, lurus, belok kanan, ke arah Monas," dan celakanya, si nenek lugu itu percaya saja. Bagaimana kisah akhir perjalanannya?

Intinya yang ingin saya ungkapkan adalah, jawaban-jawaban 'diplomatis' seperti 'kurang tahu', 'kayaknya', dan 'mungkin', sebaiknya kita hindari dalam menjawab pertanyaan yang tertuju pada kita, terlebih yang sifatnya serius. Sebab, jawaban semacam itu dapat menyesatkan orang lain. Di sisi lain, dengan berkata 'mungkin' atau 'kayaknya', cepat atau lambat orang lain akan melihat kita sebagai orang yang tidak memiliki pendirian dan kepastian di dalam berkata-kata.

Jadi, bila ingin dianggap sebagai seorang yang serba tahu, perbanyaklah pengetahuan sehingga memang benar-benar tahu. Sedangkan bila ingin dipandang sebagai orang yang sok tahu, mudah saja, Anda cukup berlagak tahu. Katakanlah apa adanya, sebab ada tertulis: "Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman." Tuhan Yesus memberkati.

Saturday, October 3, 2009

Sisi Si Manusia

Manusia layak sekeping logam
selalu saja punya dua sisi
Sebelah sini sisi pertama 
dan sebelah lagi yang kedua

Bagai sekeping logam
manusia pun diputar
Mengitar dalam hidup
hingga pusarannya meredup

Dinanti sisi yang baik hati
saat pusarannya berhenti
Namun sungguh ironis
yang acap muncul malah yang bengis

Aku manusia...
di sisi manakah aku?

Titik-titik

titik memulai segala sesuatu,


dari setitik tinta penyair

sebait puisi akhirnya lahir,

dari setitik malam pembatik

terbukalah sebuah butik

 

kar’na setitik gigitan nyamuk

ribuan orang terpaksa dibesuk,

dan oleh jerawat setitik

maka rusaklah paras si cantik


titik mengakhiri segala sesuatu...

 

sebagai tanda ketegasan

hakim berkata, “Titik!” diakhir keputusan,

para pejuang kemerdekaan

berjuang hingga titik darah penghabisan

 

titik wajib ada bila kalimat telah usai,

bahkan tanda serupun berujung pada sebuah titik!

 

lalu apa yang ada di antaranya...?

 

semuanya tergantung padamu, dan padaku,

menjadi titik titik dalam hidup kita.. 

Thursday, October 1, 2009

Mainan Baru

Hari terasa begitu seru
maklum ada mainan baru
bisa dimainkan sesuka hati
bebas dibikin apa saja

Mau serius, OK!
Mau jayus, terserah gue!
Mau romantis, yes please :)
Mau blak-blakan, silakan...

Aku sedang menikmati
berbulan madu dengan para jemari
berdua mencipta kata-kata hati
muntahan emosi diri



Wednesday, September 30, 2009

Use it carefully or lose it tragically?

Beberapa hari lalu, seorang teman berbibir sexy menyentil gue dengan celetukannya:

"Klo ngga dipake, lama-lama ilang lho!"

Apanya yang ilang? 

Kami sedang asyik membicarakan hal yang menjadi kesukaan kami berdua, yaitu menulis. Maksudnya, klo gue udah jarang nulis, kemampuan menulis gue akan menurun dan pada akhirnya raib dilahap waktu, sadis berkesan mistis...

Yup... itulah yang akan terjadi kalau kita menyia-nyiakan pemberian Sang Khalik. Sesuatu yang gratis tapi super mahal, yang Tuhan hadiahkan ke masing-masing kita. Orang jadul nyebutnya 'bakat alam', anak-anak sekarang menyebutnya talenta; sedangkan orang bule dengan elegan menyebutnya 'gift'.

Tiap individu yang namanya manusia (tanpa kecuali) pasti punya talenta.

Mungkin ada yang beranggapan, talenta itu sifatnya warisan.

"Klo bokap gue Affandi, otomatis gue jago ngelukis."

"Andai saja mamaku Agnes Monica, pastilah aku multi-talented."

Oh really? Hmm…ketimbang mikirin kita anak siapa, alangkah lebih bijaksana kalau kita gali diri dan temukan talenta apa yang Tuhan telah karuniakan.

Ahaa!! Ketemu!!

Talenta gue menulis! Aku piawai dalam mengajar! Saya memiliki suara emas! I’m a good listener! Sedangkan aku memiliki senyum malaikat!

So what??

Talenta akan berkembang dan bertambah bila dipakai dengan baik, namun akan ‘hilang diambil’ bila dibiarkan begitu saja. Jadi adalah tanggung jawab tiap orang untuk mengoptimalkan talentanya dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya…

Klo lu bisa nulis, tulislah hal-hal yang positif;

bila kamu seorang pengajar, cerdaskanlah bangsa ini;

buat kau sang biduan, biarlah merdumu sejukkan hati;

hai kamu pendengar yang baik, jadikan hadirmu penenang jiwa yang resah; 

dan kau, gadis dengan senyum malaikat, redamkanlah amarah dunia.

 

Tuhan telah berikan bakat, agar kita menjadi berkat!

Use it carefully or lose it tragically?

 

Tuesday, September 29, 2009

Puas?

Di kala ku sangatlah lapar

Dan di hadapku dihidangkan semua santapan raja

Aku lahap semua tanpa sisa

Namun setelah kenyang,

apakah sendawa sanggup puaskan jiwa?


Saat hausku seperti kemarau

Sampai-sampai suaraku parau

Aku reguk sebuah telaga

Hingga diriku merasa lega

Namun, apakah lega mampu halau dahaga?


Aku renta dan jelata, aku butuh harta

Namun ketika ku beroleh takhta

Apakah damai 'kan serta merta?


Celakalah hidupku!

Ketika kupenuhi semua hasratku,

mengapa tetap hampa jiwaku?

Apakah akan terus begini

sampai kesudahannya bumi?


Kucing buas takkan pernah merasa puas

Kucing yang jinak malah hidupnya enak


Hidup bukan perkara perut

Sebentar kenyang lalu dibuang

Hidup bukan masalah harta

Yang sekejap saja dapat dirasa


Hidup adalah tentang ucapan syukur

dan ketergantungan penuh kepada TUHAN

Sebab hanya TUHAN saja yang mengerti

dan mampu memenuhi...

apa yang ciptaan-Nya butuhkan


Jesus Bless You...

Si Peyot di Kursi Reyot

Ia terlelap..

ngiler dan mangap...

Bersama alunan si kursi reyot ia terseret

ke alam mimpi kaya fantasi khas lelaki

 

Sesekali mimiknya merintih,

kala kenangan masa perangnya menghantui

Seketika lesung kempotnya berseri

saat terbayang mendiang sang istri

 

Ku terus tatap wajah keriput itu

Wajah penuh pahit getir dan asam garam dunia ini

Tiap kerut di dahi punya kisah mereka sendiri

 

Di wajah pulas itu

kutemukan masa lalu

Masa-masa penuh peluh dan pilu

yang membuatku merinding ngilu

 

Sungguh berat jerih juangmu

demi hidup dan kehidupan

Begitu singkat mudamu

kauhabiskan bersama waktu

 

Sekarang, istirahat semaumu, Kek!

Nikmati mimipimu...hingga malaikat menjemputmu...

Aku takkan membangunkanmu

Intipan Rembulan

Rembulan remang-remang
Diam-diam menerawang s'buah taman
Ada sejoli bermesraan
Saling belai saling say "Say…"

Di kursi usang, terjadi percintaan
Tulus... bukan yang terlarang

Sang lelaki bagai pujangga
gombalannya tidak terhingga
Namun sang wanita luluh saja
rupanya bisa telah meracuninya

Cuma cinta yang bisa
taklukan hati Si Jelita
Dan kala jiwa telah tertawan
masihkah sanggup raga melawan?