Tampaknya galak, tapi
kayaknya ngga. Atau terlihat jinak,
namun malah ganas? Anjing siapakah itu? Ini bukanlah tentang seekor anjing,
apalagi serigala. Inilah kisah sebuah benjolan yang tertanam di dada kiri
istriku. Benda jendol alias benjol
bukanlah hal asing di dada para wanita. Gumpalan bulat ini kerap timbul ketika
menyusui. Hormonlah penyebabnya. Di akhir masa laktasi, biasanya benjolan itu
pergi. Namun adakalanya ia kerasan dan bersikeras untuk tetap bertahan.
Demikian pula benjolan di
payudara istriku, sebut saja Mawar. Ketika masa menyusui berhenti, jendolan itu
ogah pindah ke lain hati. Dugaan
dokter laktasi, ini mungkin kista, tidak bahaya, tapi sebaiknya di-USG saja untuk
mengetahui identitas yang sebenarnya.
"Ibu Mawar..."
seru suster radiologi memberi tanda bahwa giliran USG sudah tiba. Sayangnya,
aku hanya boleh menunggu di luar ruang pemeriksaan sembari harap-harap cemas,
menanti dengan gemas. Tak lama istriku keluar ruangan. "Gimana Babe?" tanyaku santai karena toh menurut dokter laktasi relatif aman-aman saja. Namun wajah
istriku tegang, dan ia berkata bahwa dokter USG bilang ini serius, diduga kuat cancer. Kami disuruh segera cari
pertolongan medis, dan jangan coba-coba cari alternatif.
Syok, sedih, dicampur, lalu diaduk-aduk,
stres maksimal. Berita yang sungguh membuat hati menderita. Bagaimana masa
depan? Bagaimana anak-anak yang masih kecil-kecil? Segabruk pikiran buruk membuat kami terpuruk. Bila melamun, tanpa
sadar mata berembun. Kami tahu betul harus positive
thinking, namun pikiran negatif ini sulit sekali ditengking. Syukurlah,
setelah berdoa dan minta didoakan oleh beberapa teman, kami mulai bisa tenang
dan mencari jalan keluar, meskipun belum terlihat ujungnya.
Berbekal hasil USG yang
menyatakan Mawar diduga kuat cancer
(indeks 5 dari skala 6), kami bergegas mencari dokter bedah onkologi (tumor)
untuk konsultasi. Dokter pertama yang sudah sangat senior menyatakan ia ragu
benjolan ini ganas, sehingga ia minta di-USG ulang. Sedihnya, hasil USG-nya
sama, berbahaya! Namun sang dokter tetap teguh pada keraguannya. Menurutnya,
satu-satunya cara untuk menguak misteri ini adalah dengan cara bedah lalu
biopsi.
Jadi, benjolan akan
diangkat melalui operasi, lalu saat itu juga dibiopsi dengan mikroskop sekitar
15 menit. Bila selnya jinak, maka enak, tinggal ‘dipermak’ dan bisa ‘tidur
nyenyak’. Tetapi bila ditemukan keganasan, maka sebaiknya seluruh payudara
harus diangkat (mastektomi), lalu menjalani kemoterapi, radiasi, dan
mengonsumsi obat selama beberapa tahun. Ketika ditanya berapa peluang jinak atau
ganasnya, jawaban dokter seperti sedang jadi peserta salah satu kuis televisi: ‘fifty-fifty’.
Kata orang, coba cari second opinion. Dokter kedua berkata,
"Dua hasil USG menyatakan (benjolan) ini berbahaya, tapi kok menurut hasil perabaan saya kayaknya
jinak ya? Tapi kita ngga bisa
sepelekan hasil USG ini karena secara teori akurasinya 94%.” Selanjutnya ia
menyuruh kami mammografi dan ternyata hasilnya juga tidak baik. Namun
lagi-lagi, ia meragukan analisa mammo tersebut. Ia justru lebih optimis,
menurutnya peluang benjolan ini jinak 75%. Akhirnya dokter bilang, “USG bisa salah,
perabaan saya juga bisa salah, jadi ya tetap harus dibedah lalu biopsi.”
Opini ketiga dan keempat.
Kali ini dokter wanita spesialis bedah payudara. Dari gambar, ia menegaskan ini
siaga satu. Solusinya sama, operasi dan biopsi. Masih penasaran, kami coba
berkonsultasi dengan dokter bedah di Melaka (Malaysia) via e-mail. Jawabannya sama, bedah dan biopsi, worst case harus dimastektomi.
Bedah dan biopsi. Agar Mawar
bisa lepas dari ‘duri’, sepasang kata itu tak dapat dihindari. Dua kata
berikutnya adalah jinak atau ganas? Mereka terus terngiang dan terbayang-bayang.
Kami siap menghadapi operasi dan biopsi, namun rasanya belum siap menjalani
konsekuensi bila ternyata hasilnya ganas. Bengong sedikit, maka dua kata yang
saling berantonim itu terus berpantomim di benakku. Jinak atau ganas? Ganas
atau jinak?
Sungguh aneh tapi nyata,
dalam perjalananku ke kantor, saat dua kata itu terlintas, tiba-tiba tampak
sebuah taksi putih. Uniknya, di pintu bagian bawah taksi itu ada gambar burung
kecil dan di sudutnya ada tulisan 'jinak'. Mungkin maksudnya jinak-jinak
merpati. Inikah jawaban Tuhan atas misteri ini? Aku hanya bisa mengaminkannya
dan terus berharap supaya kata itu jadi kenyataan.
Setiap hari terasa mendung.
Di masa-masa sukar begini barulah kami sadar, doa-doa kami lebih serius, tak cuma
yang itu-itu terus. Kami manusia berdosa yang suka lupa Pencipta dan ingat
kembali kalau lagi ada maunya. Kami bersyukur Tuhan tetap Tuhan, yang
senantiasa menerima dan menolong kami. Ia memberikan damai sejahtera-Nya,
sehingga kami bisa tetap menjalani hari-hari. Satu hal yang kami minta, agar
kami diberikan kepekaan langkah apa yang harus kami ambil. Jangan sampai Tuhan
suruh ke sini, tapi kami malah ke sana.
Minggu pagi 12 Mei, Mawar
berulang tahun. Ucapan semoga panjang umur menjadi sangat berarti di ultah kali
ini. Kesembuhan menjadi ‘the only wish’
kami pada Tuhan ketika lilin ulang tahun ditiup. Rabu malam 15 Mei, Mawar masuk
ruang operasi diiringi orang banyak dan doa banyak orang. Aku hanya bisa
menanti, terpatri tegang setengah mati.
Satu jam berselang,
dokter memanggil dan meminta sebuah keputusan yang sangat berat untuk diambil.
Sembari memegang seonggok daging merah seberat lebih kurang 1 ons, dokter
menjelaskan, “Ini sudah saya ambil, lalu saya belah dua. Ini benjolannya yang
sebelah sini, dan ini sangat dekat dengan kelenjar susu. Sekarang ini akan dibiopsi
di lab. Bila jinak, selesai sudah.
Tapi kalau ganas, saya perlu keputusan segera. Payudara akan diangkat semua,
atau dipertahankan sedapatnya dengan catatan risiko kekambuhan yang lebih
tinggi. Saran saya, sebaiknya diangkat semua. Nanti bila hasil biopsi selesai
akan saya panggil lagi, kira-kira 30 menit.”
Keputusan yang sangat sulit.
Dibantu beberapa keluarga dan dua orang sahabat, akhirnya akupun memutuskan.
Bila memang selnya ganas, lebih baik seluruh payudara kiri diangkat saja.
Semoga Mawar bisa menerima kenyataan pahit ini. Di saat yang bersamaan, kami
terus berdoa dan berharap hasilnya jinak.
Belum sampai 30 menit,
kami kembali dipanggil oleh suster, “Keluarga Nyonya Mawar!” Dengan hati yang
berdebar, kami gentar menerima kenyataan. “Silakan masuk ke ruang pemulihan”,
seru seorang suster. Ternyata operasinya telah usai dan Mawarpun sudah siuman
dari tidurnya. Sang dokter datang dan berkata bahwa hasil biopsinya jinak. Puji
Tuhan! Kami semua sangat lega dan terharu. Tuhan mengabulkan permintaan kami.
Awan kelabu itu sekejap hilang dibawa angin lalu. Terima kasih banyak Tuhan!
Seminggu kemudian, hasil patologi
lengkap pun selesai. Bersyukur hasilnya pun jinak, tidak tampak tanda-tanda
serta potensi keganasan. Hasil patologi ini sama dengan hasil biopsi saat
operasi, sama juga dengan tulisan kecil di sudut pintu taksi. Ternyata benar,
Itulah jawaban Tuhan atas pergumulan kami, melalui peribahasa ‘jinak-jinak
merpati’.
Lewat kisah ini kami
belajar empat hal. Pertama, kami belajar tentang ukuran, yakni ukuran masalah
dan ukuran Allah. Saat diizinkan menghadapi masalah besar berupa benjolan ini,
ukuran masalah harian di pekerjaan, mendidik anak, ujian sekolah, dan
sebagainya; seolah-olah mengecil dan tidak perlu dikeluhkan. Sebaliknya, ukuran
Allah justru membesar, selalu jauh lebih besar dari ukuran masalah yang kita
hadapi.
Kedua, masalah kepekaan.
Sulit sekali untuk tahu apalagi peka akan suara Tuhan. Satu hal yang bisa
menolong kita adalah kehadiran damai sejahtera Tuhan ketika kita melangkah. Bila
tampak meyakinkan, tetapi tiada damai sejahtera, jangan-jangan itu bukan
tuntunan-Nya. Bila terlihat sulit dan mungkin ada keraguan, namun terasa ada damai-Nya,
bisa jadi justru itulah rencana-Nya.
Ketiga, the power of prayer. Bersyukur sekali
dalam proses ini kami didampingi banyak sekali teman-teman yang setia
mendoakan. Kami yakin, topangan doa-doa kalianlah yang membuat kami bisa tetap
kuat. Kami ucapkan banyak terima kasih. Tetaplah berdoa. May God bless you all! Keempat, Tuhan bisa
menjawab dengan cara apapun, termasuk lewat tulisan di pintu sebuah taksi.
Terima kasih. Semoga cerita puaanjaang ini bisa menjadi berkat. Amin.