Tuesday, June 4, 2019

Di Pintu Taksi

Tampaknya galak, tapi kayaknya ngga. Atau terlihat jinak, namun malah ganas? Anjing siapakah itu? Ini bukanlah tentang seekor anjing, apalagi serigala. Inilah kisah sebuah benjolan yang tertanam di dada kiri istriku. Benda jendol alias benjol bukanlah hal asing di dada para wanita. Gumpalan bulat ini kerap timbul ketika menyusui. Hormonlah penyebabnya. Di akhir masa laktasi, biasanya benjolan itu pergi. Namun adakalanya ia kerasan dan bersikeras untuk tetap bertahan.

Demikian pula benjolan di payudara istriku, sebut saja Mawar. Ketika masa menyusui berhenti, jendolan itu ogah pindah ke lain hati. Dugaan dokter laktasi, ini mungkin kista, tidak bahaya, tapi sebaiknya di-USG saja untuk mengetahui identitas yang sebenarnya.

"Ibu Mawar..." seru suster radiologi memberi tanda bahwa giliran USG sudah tiba. Sayangnya, aku hanya boleh menunggu di luar ruang pemeriksaan sembari harap-harap cemas, menanti dengan gemas. Tak lama istriku keluar ruangan. "Gimana Babe?" tanyaku santai karena toh menurut dokter laktasi relatif aman-aman saja. Namun wajah istriku tegang, dan ia berkata bahwa dokter USG bilang ini serius, diduga kuat cancer. Kami disuruh segera cari pertolongan medis, dan jangan coba-coba cari alternatif.

Syok, sedih, dicampur, lalu diaduk-aduk, stres maksimal. Berita yang sungguh membuat hati menderita. Bagaimana masa depan? Bagaimana anak-anak yang masih kecil-kecil? Segabruk pikiran buruk membuat kami terpuruk. Bila melamun, tanpa sadar mata berembun. Kami tahu betul harus positive thinking, namun pikiran negatif ini sulit sekali ditengking. Syukurlah, setelah berdoa dan minta didoakan oleh beberapa teman, kami mulai bisa tenang dan mencari jalan keluar, meskipun belum terlihat ujungnya.

Berbekal hasil USG yang menyatakan Mawar diduga kuat cancer (indeks 5 dari skala 6), kami bergegas mencari dokter bedah onkologi (tumor) untuk konsultasi. Dokter pertama yang sudah sangat senior menyatakan ia ragu benjolan ini ganas, sehingga ia minta di-USG ulang. Sedihnya, hasil USG-nya sama, berbahaya! Namun sang dokter tetap teguh pada keraguannya. Menurutnya, satu-satunya cara untuk menguak misteri ini adalah dengan cara bedah lalu biopsi.

Jadi, benjolan akan diangkat melalui operasi, lalu saat itu juga dibiopsi dengan mikroskop sekitar 15 menit. Bila selnya jinak, maka enak, tinggal ‘dipermak’ dan bisa ‘tidur nyenyak’. Tetapi bila ditemukan keganasan, maka sebaiknya seluruh payudara harus diangkat (mastektomi), lalu menjalani kemoterapi, radiasi, dan mengonsumsi obat selama beberapa tahun. Ketika ditanya berapa peluang jinak atau ganasnya, jawaban dokter seperti sedang jadi peserta salah satu kuis televisi: ‘fifty-fifty’.

Kata orang, coba cari second opinion. Dokter kedua berkata, "Dua hasil USG menyatakan (benjolan) ini berbahaya, tapi kok menurut hasil perabaan saya kayaknya jinak ya? Tapi kita ngga bisa sepelekan hasil USG ini karena secara teori akurasinya 94%.” Selanjutnya ia menyuruh kami mammografi dan ternyata hasilnya juga tidak baik. Namun lagi-lagi, ia meragukan analisa mammo tersebut. Ia justru lebih optimis, menurutnya peluang benjolan ini jinak 75%. Akhirnya dokter bilang, “USG bisa salah, perabaan saya juga bisa salah, jadi ya tetap harus dibedah lalu biopsi.”

Opini ketiga dan keempat. Kali ini dokter wanita spesialis bedah payudara. Dari gambar, ia menegaskan ini siaga satu. Solusinya sama, operasi dan biopsi. Masih penasaran, kami coba berkonsultasi dengan dokter bedah di Melaka (Malaysia) via e-mail. Jawabannya sama, bedah dan biopsi, worst case harus dimastektomi.

Bedah dan biopsi. Agar Mawar bisa lepas dari ‘duri’, sepasang kata itu tak dapat dihindari. Dua kata berikutnya adalah jinak atau ganas? Mereka terus terngiang dan terbayang-bayang. Kami siap menghadapi operasi dan biopsi, namun rasanya belum siap menjalani konsekuensi bila ternyata hasilnya ganas. Bengong sedikit, maka dua kata yang saling berantonim itu terus berpantomim di benakku. Jinak atau ganas? Ganas atau jinak?

Sungguh aneh tapi nyata, dalam perjalananku ke kantor, saat dua kata itu terlintas, tiba-tiba tampak sebuah taksi putih. Uniknya, di pintu bagian bawah taksi itu ada gambar burung kecil dan di sudutnya ada tulisan 'jinak'. Mungkin maksudnya jinak-jinak merpati. Inikah jawaban Tuhan atas misteri ini? Aku hanya bisa mengaminkannya dan terus berharap supaya kata itu jadi kenyataan.

Setiap hari terasa mendung. Di masa-masa sukar begini barulah kami sadar, doa-doa kami lebih serius, tak cuma yang itu-itu terus. Kami manusia berdosa yang suka lupa Pencipta dan ingat kembali kalau lagi ada maunya. Kami bersyukur Tuhan tetap Tuhan, yang senantiasa menerima dan menolong kami. Ia memberikan damai sejahtera-Nya, sehingga kami bisa tetap menjalani hari-hari. Satu hal yang kami minta, agar kami diberikan kepekaan langkah apa yang harus kami ambil. Jangan sampai Tuhan suruh ke sini, tapi kami malah ke sana.

Minggu pagi 12 Mei, Mawar berulang tahun. Ucapan semoga panjang umur menjadi sangat berarti di ultah kali ini. Kesembuhan menjadi ‘the only wish’ kami pada Tuhan ketika lilin ulang tahun ditiup. Rabu malam 15 Mei, Mawar masuk ruang operasi diiringi orang banyak dan doa banyak orang. Aku hanya bisa menanti, terpatri tegang setengah mati.

Satu jam berselang, dokter memanggil dan meminta sebuah keputusan yang sangat berat untuk diambil. Sembari memegang seonggok daging merah seberat lebih kurang 1 ons, dokter menjelaskan, “Ini sudah saya ambil, lalu saya belah dua. Ini benjolannya yang sebelah sini, dan ini sangat dekat dengan kelenjar susu. Sekarang ini akan dibiopsi di lab. Bila jinak, selesai sudah. Tapi kalau ganas, saya perlu keputusan segera. Payudara akan diangkat semua, atau dipertahankan sedapatnya dengan catatan risiko kekambuhan yang lebih tinggi. Saran saya, sebaiknya diangkat semua. Nanti bila hasil biopsi selesai akan saya panggil lagi, kira-kira 30 menit.”  

Keputusan yang sangat sulit. Dibantu beberapa keluarga dan dua orang sahabat, akhirnya akupun memutuskan. Bila memang selnya ganas, lebih baik seluruh payudara kiri diangkat saja. Semoga Mawar bisa menerima kenyataan pahit ini. Di saat yang bersamaan, kami terus berdoa dan berharap hasilnya jinak.

Belum sampai 30 menit, kami kembali dipanggil oleh suster, “Keluarga Nyonya Mawar!” Dengan hati yang berdebar, kami gentar menerima kenyataan. “Silakan masuk ke ruang pemulihan”, seru seorang suster. Ternyata operasinya telah usai dan Mawarpun sudah siuman dari tidurnya. Sang dokter datang dan berkata bahwa hasil biopsinya jinak. Puji Tuhan! Kami semua sangat lega dan terharu. Tuhan mengabulkan permintaan kami. Awan kelabu itu sekejap hilang dibawa angin lalu. Terima kasih banyak Tuhan!

Seminggu kemudian, hasil patologi lengkap pun selesai. Bersyukur hasilnya pun jinak, tidak tampak tanda-tanda serta potensi keganasan. Hasil patologi ini sama dengan hasil biopsi saat operasi, sama juga dengan tulisan kecil di sudut pintu taksi. Ternyata benar, Itulah jawaban Tuhan atas pergumulan kami, melalui peribahasa ‘jinak-jinak merpati’.

Lewat kisah ini kami belajar empat hal. Pertama, kami belajar tentang ukuran, yakni ukuran masalah dan ukuran Allah. Saat diizinkan menghadapi masalah besar berupa benjolan ini, ukuran masalah harian di pekerjaan, mendidik anak, ujian sekolah, dan sebagainya; seolah-olah mengecil dan tidak perlu dikeluhkan. Sebaliknya, ukuran Allah justru membesar, selalu jauh lebih besar dari ukuran masalah yang kita hadapi.

Kedua, masalah kepekaan. Sulit sekali untuk tahu apalagi peka akan suara Tuhan. Satu hal yang bisa menolong kita adalah kehadiran damai sejahtera Tuhan ketika kita melangkah. Bila tampak meyakinkan, tetapi tiada damai sejahtera, jangan-jangan itu bukan tuntunan-Nya. Bila terlihat sulit dan mungkin ada keraguan, namun terasa ada damai-Nya, bisa jadi justru itulah rencana-Nya.

Ketiga, the power of prayer. Bersyukur sekali dalam proses ini kami didampingi banyak sekali teman-teman yang setia mendoakan. Kami yakin, topangan doa-doa kalianlah yang membuat kami bisa tetap kuat. Kami ucapkan banyak terima kasih. Tetaplah berdoa. May God bless you allKeempat, Tuhan bisa menjawab dengan cara apapun, termasuk lewat tulisan di pintu sebuah taksi.

Terima kasih. Semoga cerita puaanjaang ini bisa menjadi berkat. Amin.