LEha-leha SEtengah
rebaHAN, atau yang akrab disingkat lesehan, memang paling wueeenak dilakukan setelah badan letih seharian. Apalagi ditemani
dengan sekepal nasi kucing, beberapa tusuk sate usus, plus seteguk susu jahe
panas. Ngga kebayang nikmatnya! Ternyata inilah hobi mayoritas warga Yogyakarta
di kala menghabiskan senja. Tak heran, puluhan gerobak angkringan nangkring di
kota pelajar ini, terlebih di Malioboro.
Malam ini malam
terakhir kami di kampungnya Sri Sultan. Pengen banget rasanya merasakan makan
malam ala rakyat Jogja, sebuah dinner bersahaja tanpa meja. Pasti seru deh
makan beralaskan ‘permadani’ yang digelar sepanjang trotoar. Tapi rasanya mimpi
itu mustahil, karena putra mahkota kami (Nolan) masih terlalu batita untuk
diajak melantai, apalagi makan tusukan organ hewan bagian dalam, alias sate
jeroan. Tampaknya ngidam angkringan ini terpaksa harus ditunda hingga Nolan
tumbuh dewasa.
Namun syukurlah Tuhan itu
Mahatahu dan baik pula. Diam-diam, Ia mendengarkan impian-impian kecil kami, termasuk
mimpi untuk bisa makan angkringan! Ia menjawab mimpi kami dengan ‘mengizinkan’ Si
Nolan terlelap lebih awal, serta ‘mengutus’ Ibuku untuk menjagai tidurnya di
kamar hotel tempat kami menginap. Yiippiy..
itu artinya aku dan bojoku bisa bebas pergi lesehan dinner dong! “A dream comes true. Let’s go, Darling!” seruku mengebu-gebu.
“Mas, enaknya kami
ngangkring di mana ya?” tanyaku polos pada Mas Wahono, driver sewaan sekaligus
tour guide kami selama 2x12 jam belakangan ini. “Hmm…di Malioboro aja, yang
agak ke sebelah utara.” Jawabku, “OK Mas,
I believe in you.”
Lima belas menit
berselang, tibalah kami di hiruk-pikuk Malioboro, persisnya di depan sebuah
gerobak beratap terpal merah. "This is it!" seru Mas Wahono. Gareng
Petruk, demikian nama duet tokoh wayang yang menjadi merek gerobak penuh
kudapan itu. Dengan penuh nafsu (makan), kami pun langsung menyerbu tempat itu.
"Waaaah...seru
banget nih!" Belasan rasa nasi kucing dipajang rapi di sepanjang etalase
gerobak tersebut. Ada nasi jamur pedas, nasi teri, nasi langgi, nasi ati
ampela, and many more. Tusukan satenya yang berbaris rapi sungguh menusuk
hatiku. Aku pun tergoda mengajak beberapa pasang dari mereka menemani makan
malamku. Seolah masih kurang, di ujung etalase berkerumun aneka gorengan dan
tempe mendoan yang siap memuaskan kerongkongan. Hmm…so yummy for my tummy!
Seusai menyeleksi apa
saja yang layak ada di piring kami, akupun langsung ngacir ke kasir. Saban citcenggo (baca: 37.500 rupiah),
itulah harga lesehan dinner kami malam itu.
Di tengah nikmatnya
the taste of Jogja dan serak-serak medoknya logat pengamen Malioboro, tampak
berkeliaran dua bocah lelaki sedang asyik mengemis dari tikar lesehan satu ke
tikar lainnya. Usianya kira-kira setara anak SD kelas 2 (entah sebenarnya
mereka sekolah atau tidak). Keduanya berkaos lusuh dan kegombrongan, kaos yang
satu merah polos, yang satunya lagi bergambar manusia laba-laba. Melihat
mereka, hatiku biasa saja. Tiada terbersit niat memberi recehan, karena kalau
di Jakarta, menjadi ‘dermawan’ sudah dilarang (Perda DKI No. 8 Tahun 2007
tentang Ketertiban Umum). Akhirnya, kedua bocah itupun lewat di depan kami
tanpa beroleh apa-apa.
Tak lama kemudian,
sepasang bocah kumel tadi kembali tertangkap oleh pandanganku. Mereka sedang
menunggu sang petugas Gareng Petruk yang memberi mereka sebungkus susu murni. Aksi
donasi susu itupun langsung menyentuh hatiku dan membuatku bertanya pada
istriku, “Babe, bolehkah aku mentraktir mereka makan malam ini?” Iapun
mengangguk pertanda memberi restu. Didorong oleh rasa ingin memberi yang
meluap-luap, akupun segera menghampiri mereka.
“Dik, kalian berduaan
saja?” tanyaku sambil menepuk salah satu pundak mereka. “Iya Kak” jawab mereka
kompak. “Mau makan?” lanjutku. “Mau Kak”. “Yuk, sini Dik, silakan pilih mau
makan apa.” Mereka pun segera berlari ke ujung gerobak, tempat di mana
bungkusan nasi kucing berkerumun. Mata si bocah berkaos merah langsung
menjelajah, memilih dengan sangat hati-hati, nasi kucing rasa apa yang akan
diambilnya. Setelah mengambil sebungkus, ia terdiam dan menatapku dan seolah
berkata dalam hati “Ini Kak, sudah.” Lalu kataku kepadanya, “Dik, ngga pake
lauk? Satenya ambil juga aja.” Barulah kembali matanya jelalatan menilik satu
demi satu tusuk sate yang tergeletak di sana. Sate kulit ayam, itulah yang
menjadi pilihannya, hanya setusuk saja.
Selama bocah berkaos
merah memilih, bocah berkaos Spiderman ternyata diam saja. Air mukanya bertanya
penuh keraguan, apakah dia juga ditraktir makan angkringan? Setelah aku
berkata, “Ayo Dik, kamu ambil makanan juga,” barulah ia yakin, berani
menghampiri gerobak makanan dan mengambil sebungkus nasi kucing, cuma itu saja.
Dalam hatiku bertanya,
“Kok mereka cuma makan itu saja? Bukankah sah-sah saja mereka nyomot lauk banyakan, mumpung lagi ada
yang bayarin?” Akhirnya, malah akulah yang menambahkan dua keping gorengan tempe
dan piscok sebagai dessert mereka.
“Ini Mba, ini tambah ini jadi berapa?” tanyaku pada kasir sembari menunjuk
makanan yang sedang mereka genggam. Lunas, selamat makan adik-adikku! Merekapun
mengucapkan “Makasih, Om” dan segera berlari mencari lapak kosong di tepi jalan
untuk mereka berlesehan.
Anak-anak ini sungguh
membuatku berdecak kagum. Meski menyandang predikat sebagai anak jalanan, perilaku
mereka amat sopan. Mereka tidak lancang mengambil makanan sebelum benar-benar
diizinkan. Kendati mereka lapar, namun mereka tidak lapar mata. Mereka memilih
dengan jeli apa yang mereka inginkan, dan hanya satu saja. Walaupun seolah
mereka ‘jarang’ dapat berkah, namun hati mereka jauh dari serakah. Mereka tahu
apa artinya cukup dan mampu menikmati kesederhanaan, bahkan kejelataan hidup
mereka.
Coba bandingkan dengan
kita. Habis makan nasi padang sebungkus, tapi masih rakus. Sudah kenyang, namun
bilang ngga nendang. Dikasih satu mau dua, punya tiga pengen lima. Kita sudah lupa,
bahwa di KBBI ada sebuah kata: cukup. Kiranya kata ini bisa menolong kita untuk
lebih mensyukuri hidup yang dianugerahkan Tuhan, dan menjauhkan kita dari segala
ketamakan.
“Cukup setusuk saja,
cukup satu bungkus saja.”
Cukup sampai di sini
tulisan saya. Thanks for reading!