Tak ada yang
istimewa, Minggu pagi itu adalah hari libur biasa. Hari di mana aku bisa bangun
lebih siang, tak perlu terburu-buru, dan tak usah khawatir terlambat bekerja lalu
kena hukuman harus memimpin senam di kantor. Hari di mana aku bisa menyaksikan Sang
Mentari naik, tanpa harus menjadi panik. Sunday
is always a fun day! Satu-satunya yang berbeda pagi ini adalah aku harus
pergi mengambil kue kering di rumah tanteku, untuk diberikan kepada para pekerja
di gereja yang merayakan Lebaran.
Syukurlah rumah
kami berdekatan, cukup 5 menit berjalan kaki dan tentunya bebas macet. Setiba
di sana, enam toples biskuit sudah tersedia, dibungkus dengan kresek merah dan siap
untuk di take-away. “Thank you, i
(sebutan tante di kalangan WNI keturunan Tionghoa), io pulang dulu ya!” seruku
seraya melangkah pergi.
Ketika kaki ini
bergerak beberapa jengkal, terasa ada yang janggal. Seolah ada yang membuntuti
secara diam-diam. Kutolehkan leherku ke belakang, tak tampak seorangpun di
sana. Kulanjutkah langkah demi langkah, perasaan itu muncul lagi, “Kok kayak
ada yang ngikutin ya?”. Penasaran, kutengok lagi ke belakang. “But still nobody was there!” Kali ini
kuperluas cara pandangku, ke belakang, ke kiri, ke kanan, ke atas lalu ke bawah.
Oh, ternyata jawabannya ada di mata kakiku, pantas saja tidak kelihatan!
Rupanya ada seekor anak kucing loreng berpunggung koreng mengekori aku sedari
tadi. Ia tertarik pada kantong plastik merah yang kujinjing dari rumah Tante.
Tampaknya ia kelaparan, mungkin karena lupa sahur.
Makin cepat
kedua kakiku beranjak, kian gesit pula jejak-jejak keempat kaki kecilnya. Kejarlah
daku kalau kau dapat. Susul-susulan, ibarat sebuah lomba jalan cepat yang
sebenarnya tak sama kuat. “Gimana nih kalau diikutin sampai rumah? Gimana kalau
dia terus minta diadopsi? Aku sudah punya dua anak, siapa yang akan membiayai anak
kucing malang ini?” #lebay
Tiba-tiba aku
teringat doaku pagi ini. Doa apa? Standar sih, setiap orang pasti berdoa minta perlindungan
dan berkat Tuhan sepanjang hari (apalagi di tengah situasi keamanan saat ini,
doanya pasti lebih panjang sedikit). Namun ada satu doa tambahan yang aku
sisipkan. Doa tersebut mencontek doa Pak Pendeta yang berkhotbah saat malam
Natal 2017 lalu. Ia bilang, belakangan ini ia tak lagi berdoa meminta berkat
dari Tuhan, namun ia berdoa agar Tuhan mempertemukan dia dengan orang yang bisa
ia tolong setiap harinya. Instead of
asking for blessing, he prays to God to make him a blessing for others, day by
day.
Akupun berubah
pikiran. Dari yang awalnya takut dibuntutin, jadi semangat pulang ke rumah
untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi lambung kucing lapar itu. Memberi
sesuatu yang dapat menolong Si Kitten, berbagi berkat untuknya. Syukurlah, istriku
masih menyimpan secuil ayam rebus sisa sop kemarin malam. Sengaja aku pancing
dulu Si Kucing ke depan sebuah rumah kosong, baru aku berikan ayamnya di sana,
lalu akupun kabur, kembali ke rumah.
Apakah ini berarti
Tuhan mengabulkan doaku? Kisah ini mungkin adalah latihan kecil dari Tuhan, untuk
sekadar melatih kepekaan diriku. Kali ini Tuhan bereksperimen menggunakan
“kucing percobaan”, karena mungkin kelinci susah dicari di komplek perumahan.
Dan mungkin bila saatnya tiba, ketika aku dinilai sudah siap menjadi berbagi
berkat, maka Tuhan akan mengirimkan obyek sungguhan untuk ditolong.
Tuhan
seringkali memberikan kita latihan sebelum mengabulkan doa kita. Karena Ia
bukan sekadar Pencipta yang seusai berkarya lalu pergi begitu saja; Ia melatih
kita agar menjadi jawara-jawara-Nya, alias pemenang.
Pernahkah kita berdoa minta kesabaran, lalu tiba-tiba anak-anak kita yang
biasanya ‘jinak-jinak merpati’, menjelma jadi ‘serigala berbulu domba’? Itu
adalah latihan kesabaran. Pernahkah saat kita berdoa ingin kurus dan sedang puasa
makan malam, tiba-tiba tukang nasi goreng tek-tek terenak se-komplek lewat di depan
rumah kita? Itu adalah latihan tahan godaan. Atau mungkin kita berdoa ingin lebih
‘perform’ dalam bekerja, lalu mendadak tertimpa kerjaan sehingga harus lembur di
masa-masa menjelang libur? Itu adalah curcol, eh… maksudku itu adalah latihan
ketahanan. Atau barangkali hari ini kita berdoa supaya bisa menjadi orang yang ikhlas,
lalu keesokan harinya kita kehilangan barang kesayangan kita? Lagi-lagi, siapa
tahu itu juga adalah latihan dari Tuhan, nobody
knows.
Yang jelas,
tujuan dari tiap-tiap latihan adalah membuat kita lebih kuat, lebih pandai,
lebih bijaksana dan lebih siap menghadapi segala hal dalam hidup. Bahkan sesungguhnya
seumur hidup ini adalah sebuah latihan panjang, yang mempersiapkan diri kita
sebelum bertemu dengan-Nya, Pencipta dan Pelatih Agung kita. Jadi, latihan apa
yang sedang kau alami saat ini? Jalanilah dengan sebaik mungkin dan senantiasa bersandar
pada-Nya, karena sok pasti ada yang indah di ujungnya. Tuhan memberkati.