Sunday, August 23, 2020

Pas



Namanya kunci pas, tapi sayang ukurannya tidak pas. Lagi perlu size empat belas, adanya dua belas. Alhasil, upaya untuk memperbaiki rantai motor yang lepas, terpaksa harus kandas. Syukurlah ada Ko @handri_cingq & kru @gadingjayamotor yang datang menyelamatkan saya dari ketidakberdayaan ini.

.
Yo, kok bisa tiba-tiba rantai lepas dari geriginya (baca: gear)? Memang sebelumnya ngga ada tanda-tandanya? Wong virus Corona saja ada gejalanya. Biasanya ada bunyi-bunyi aneh, sebelum kawanan rantai nyeleneh keluar dari jalurnya. Itulah komentar dari teman-teman ketika saya ceritakan peristiwa rantai yang berusaha kabur.
.
Hmm, mungkin ada suara-suara kendor, tapi sayanya teledor. Tidak mau ambil pusing, yang penting roda masih bisa gelinding. Ketika berasa 'sèrèt' dan motor harus terpaksa disérét, barulah saya sadar, posisi rantai tak lagi di 'jalan yang benar'. Akibat rantai yang tersangkut di sela-sela gerigi, roda belakang jadi tak bisa berkutik, apalagi maju mundur cantik.
.
Sembari menanti bala bantuan datang, saya meratapi si Revo AT yang terbujur kaku di tepi jalan penuh debu. Tiba-tiba terbersit sebuah perumpamaan tentang relasi kita dengan Tuhan. Kata Tuhan, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."
.
Ranting anggur yang lepas dari pokoknya, sama halnya dengan rantai yang lepas dari geriginya. Kelepasan tersebut bukanlah suatu kebebasan yang memerdekakan, namun justru kelepasan yang membuat si motor tidak dapat berbuat apa-apa.
.
Demikian pula dengan perjalanan iman kita yang seringkali naik turun, jatuh bangun, dan tarik ulur. Kita cenderung suka mengendurkan diri dan menjauhkan diri dari Tuhan, karena kita merasa ingin hidup lebih bebas. Dan celakanya, seringkali kita tidak tahu atau bahkan tidak peduli kalau saat ini rantai penghubung kita dengan Tuhan sedang kendor.
.
Mari kita coba cek kondisi 'rantai' kita masing-masing. Apakah masih berputar sempurna sesuai poros, atau sudah mulai berasa ada yang molos? Prinsipnya satu, jangan kasih kendor.
.
Kiranya kita selalu ingat "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Dan sebaliknya, di dalam Dia, kita akan bisa berjalan jauh, di jalan berbatu, berlubang, berlumpur, bahkan berjalan di atas air.
.
Selamat Hari Minggu! Tuhan Yesus memberkati.

Jatuh dari Langit


Aaaaaauuw! Pagi itu pecah oleh teriakan feminin yang keluar dari leher berjakunku, saat ada sesuatu meloncat ke arah celana. Benda kecil itu hidup! Ia menyeruak dari dalam tas kerja yang kupanggul dari rumah. Mungkin semalam ia menginap di dalam, lalu tanpa sadar kuajak dia ke kantor. Hmm, sebenarnya siapa dia?

Ia biasa menempel pada dinding, lalu perlahan merayap. Hadirnya suka bikin merinding, namun syukurlah ia tak bersayap. Pasti kita semua kenal makhluk halus yang satu ini, cicak! Cosymbotus platyurus atau cicak tembok adalah saudaranya tokek. Mereka sama-sama bangsa reptil dari suku Gekkonidae. Sekian biografi singkatnya.

Belakangan ini mataku acapkali menyaksikan ia melawan kodratnya sebagai cicak tembok. Ia lebih banyak berkeliaran di lantai, seolah ingin menyangkal lirik lagu A.T. Mahmud, “Cicak-cicak di Dinding”. Ketika berlarian di ubin, sekilas ia jadi mirip kecoak - Si Hitam Mungil yang mampu membuat histeris seisi rumah (terlebih Sang Nyonya Rumah). Pertanyaannya, mengapa cicak yang terbiasa hidup di langit-langit, kini malah membumi? Apakah ia sedang turun takhta dan menjelma jadi rakyat jelata? Semuanya masih tanda tanya.

Setelah bertapa, mencari fakta dan mengira-ngira, kutemukan jawabnya. Ia melantai, bukan untuk bersantai. Ia justru sedang mengintai, mencari mangsa untuk dibantai. Ia terpaksa mencari nafkah di bawah, karena populasi nyamuk di atas sudah berkurang akibat maraknya fogging yang dilakukan. Jadi, mau tak mau, suka tidak suka, ia harus berjuang lebih keras demi mencari sebutir nasi. Tak heran aku sering memergokinya di sekitar rice cooker, sedang mengendap-endap hendak mengambil sisa-sisa nasi kering. Adakalanya ia ngumpet di kolong meja makan, menanti remah-remah yang berantakan. Tak percuma ia menyandang marga reptillia, karena ia mampu bertahan dan beradaptasi di dua kondisi, di atas dan di bawah.

Bagaimana dengan kita di tengah pandemi ini? Wabah ini telah mengubah hidup kita. Dari work from office menjadi work from home; sekolah di kelas menjadi G*gle Class; ibadah di rumah ibadah menjadi di rumah sendiri; dan banyak hal lainnya. Lebih dari sekadar perubahan, virus ini juga membuat banyak kehilangan. Mulai dari kehilangan orang-orang tersayang, lenyapnya penghasilan, raibnya pekerjaan, tertutupnya peluang, dan sebagainya. Apakah kita masih kuat berdiri atau sudah mulai kehabisan energi?

Kalau cicak saja sanggup beradaptasi, kita (manusia) pasti juga mampu lewati semua ini. Seperti cicak, kondisi ini juga memaksa kita turun ke bawah dan berusaha ekstra agar tetap eksis. Buat kamu yang sudah mulai lelah –saya pribadi mengalaminya– curhatlah pada Sang Pencipta, mohon pertolongan dan kekuatan dari-Nya, serta teruslah berjuang. Jangan menyerah, ingat ada Allah! Buat kamu yang masih kuat berdiri, jangan jemawa. Tetaplah mengucap syukur, bahwa semua karena anugerah-Nya. Ulurkan tanganmu pada yang butuh bantuan. Dan terakhir, untuk kita semua, marilah kita saling jaga. Bukan hanya menjaga jarak dan kesehatan, namun juga menjaga dan saling menguatkan hati agar tetap memiliki harapan. Niscaya badai ‘kan reda. Kiranya Tuhan menyertai kita dan menjadikan kita generasi yang lebih tangguh dari sebelumnya. Amin. Tuhan Yesus memberkati!