Saturday, May 30, 2020

The Pool, the Rules and the Lifeguard





Sayangnya, cuma judulnya doang yang in English, sok-sok mirip novel Narnia-nya C.S. Lewis; padahal isi ceritanya mah tetap ala J.S. Badudu. Berbeda dengan istriku @nidyamario yang fasih British, bahasa inggrisku kritis. Itulah perbedaan antara lulusan FKIP dan didikan Sesame Street. Let’s jump to the story!

Masa PSBB yang berestafet dengan libur Lebaran, mengubah hidupku dari pria kantoran jadi lelaki rumahan. Yang biasanya pulang malam, kini bisa buktikan betapa nikmatnya tidur siang. Merasa bosan? Antara agak dan enggak. Sebab bagiku yang suka lesehan (leha-leha sembari rebahan), yang namanya liburan selalu terasa kurang, meskipun harus #dirumahaja.

Di suatu pagi, tiba waktunya anak-anak mandi. Kami tetap berupaya mandi dua kali sehari, meskipun sebagian dari kita berkata “cukup sekali saja” dengan alasan ‘new normal’ (yang cuma mandi sekali ayo ngacung;p). “Anak-anak, hari ini jadwal cuci mainan ya, jadi kalian bisa main air dulu sebelum mandi,” seru istriku lantang. Pernyataan itu disambut positif oleh Nol dan Ney. Tanpa disuruh, merekapun langsung melangkah ke TKP.

Akupun mengintip dari sela-sela pintu, menyaksikan serunya mereka berendam di ‘bathub’ yang sejatinya adalah ember mandi Nolan tatkala ia bayi. Karena sempit, harus bergantian agar tak terhimpit. Seketika timbul rasa kasihan sekaligus suatu gagasan. Mengapa tak beli kolam renang angin yang bisa ditaruh di halaman? Tanpa menunda, segera kujelajahi t*k*pedia, mencari apakah barangnya tersedia. Syukurlah, dengan budget yang pas-pasan, kutemukan kolam yang muat dua insan. Jangan lupa beli pompanya juga ya!

Singkat cerita, inilah hari yang sangat dinanti, because is swimming day, yeay! Pagi-pagi kupompa kolamnya, kuisi airnya, dan tidak lupa kububuhi sepertiga tutup botol cairan bernama D*ttol. Seperti yang kuduga, anak-anak bangun lebih pagi, sarapan dengan cepat dan lebih kooperatif. Tanpa perlu tarik urat, dalam sekejap mereka sudah siap. Anak-anak tak ubahnya dengan kita, cenderung lebih patuh bila ada udang di balik batuh.

Byuur!! Senang sekali melihat anak-anak tertawa cekikikan. Bermain air memang selalu menyenangkan, meski hanya di lingkaran seluas kolam ikan. Luapan gembira di wajah lugu mereka, meluber ke hati kami orang tua. Saking senangnya, kadang ekspresi mereka kebablasan. Nol berteriak keras-keras hingga mengganggu tetangga sekitar, Ney berdiri di dalam kolam yang berisiko membuat kaki kecilnya terpeleset. Berulang-ulang diperingati, namun sepertinya tak masuk ke hati. Untuk itu, kami lekatkan di dinding beberapa aturan dasar agar anak-anak dapat tertib saat berenang. Last but not least, salah seorang dari kami harus menjadi lifeguard di tepi kolam (kayak di serial Baywatch), guna memastikan semua aman terkendali dan tak ada yang tenggelam di kedalaman 30 centi.

Bila mandi jadi hal yang dihindari, kolam justru menggoda hati ‘tuk ceburkan diri. Alhasil, waktu berenang jadi seperti nama restoran padang legendaris, pagi sore. Satu hal yang disayangkan, andai saja kolamnya lebih besar, maka mama papanya juga bisa berendam.

Kala mentari sirna berganti purnama jingga, sebuah analogi datang, menghampiri pikiran di ujung petang. The pool, the rules and the lifeguard ibarat tiga hal, yaitu dunia tempat kita hidup, peraturan yang ada dan Tuhan Yang Mahakuasa.

Seperti anak-anak, dunia ini sangat menyenangkan bagi sebagian besar kita. Kita tak ingin pergi dari dunia, melangkah keluar pun ogah. Namun suka tidak suka, ‘pabila ‘malam’ tiba, kita harus keluar dari ‘kolam’, tidak bisa tidak. Jadi, pastikan selama berada di ‘kolam’ kita menikmatinya, membuat air bergelombang riang, dan membuat kehangatan bagi perenang lainnya. Sebuah anugerah kalau kita bisa terbahak-bahak seperti Nolan dan Neya.

Agar memiliki kehidupan yang baik, kita tidak boleh hidup sembarangan, harus taat aturan. Papan aturan bisa berjuta rupa. Mulai dari yang sederhana seperti “jangan buang sampah sembarangan”, nasihat orang tua, aturan keluarga, tata tertib perusahaan, undang-undang pemerintah, hingga petunjuk hidup yang hakiki di tiap paragraf kitab suci. Bila aturan dilanggar, maka ada konsekuensi yang tak bisa dihindar. Di dunia yang ‘rusak’, taat aturan kerapkali membuat hidup jadi lebih pelik, tapi yang terpenting kita sudah melakukan bagian kita.

Lifeguard, pada konteks sebenarnya berarti penyelamat yang piawai berenang, biasanya bertugas di pantai atau kolam renang besar, yang selalu stand by ketika ada yang butuh pertolongan. Namun dalam teks ini, lifeguard = penjaga hidup. Yup, Tuhan adalah penjaga hidup kita, bahkan penyelamat jiwa kita. Dia selalu mengawasi kita di tepi kolam, setia menunggu lambaian tangan kita. Di pinggir kolam, sesekali ia melempar senyum dan juga menegur kita kala melanggar aturan. Saat kita tergelincir, terminum air atau nyaris tenggelam, tangannya akan memegang kita erat-erat. Ia mampu menenangkan air yang berombak dan juga menjernihkan air yang keruh. Dan bila waktu bermain telah habis, Ia akan menuntun kita pulang ke rumah-Nya, asalkan kita percaya pada-Nya.


Saat ini ‘kolam’ kita bersama sedang tercemar virus corona. Pandemi memaksa penghuni kolam pergi satu demi satu, dan tidak kembali lagi. Banyak aturan yang dibuat agar virus tak menyebar, namun ia masih terus beredar. Apa yang bisa kita lakukan? Salah satunya adalah taati aturan yang ada, terus berdoa dan percaya pada Sang Lifeguard yang berkuasa mengendalikan semua dan memulihkan pada waktunya. Amin. Tuhan Yesus memberkati.