Thursday, June 14, 2018

Sebuah Latihan



Tak ada yang istimewa, Minggu pagi itu adalah hari libur biasa. Hari di mana aku bisa bangun lebih siang, tak perlu terburu-buru, dan tak usah khawatir terlambat bekerja lalu kena hukuman harus memimpin senam di kantor. Hari di mana aku bisa menyaksikan Sang Mentari naik, tanpa harus menjadi panik. Sunday is always a fun day! Satu-satunya yang berbeda pagi ini adalah aku harus pergi mengambil kue kering di rumah tanteku, untuk diberikan kepada para pekerja di gereja yang merayakan Lebaran.

Syukurlah rumah kami berdekatan, cukup 5 menit berjalan kaki dan tentunya bebas macet. Setiba di sana, enam toples biskuit sudah tersedia, dibungkus dengan kresek merah dan siap untuk di take-away. “Thank you, i (sebutan tante di kalangan WNI keturunan Tionghoa), io pulang dulu ya!” seruku seraya melangkah pergi.

Ketika kaki ini bergerak beberapa jengkal, terasa ada yang janggal. Seolah ada yang membuntuti secara diam-diam. Kutolehkan leherku ke belakang, tak tampak seorangpun di sana. Kulanjutkah langkah demi langkah, perasaan itu muncul lagi, “Kok kayak ada yang ngikutin ya?”. Penasaran, kutengok lagi ke belakang. “But still nobody was there!” Kali ini kuperluas cara pandangku, ke belakang, ke kiri, ke kanan, ke atas lalu ke bawah. Oh, ternyata jawabannya ada di mata kakiku, pantas saja tidak kelihatan! Rupanya ada seekor anak kucing loreng berpunggung koreng mengekori aku sedari tadi. Ia tertarik pada kantong plastik merah yang kujinjing dari rumah Tante. Tampaknya ia kelaparan, mungkin karena lupa sahur.

Makin cepat kedua kakiku beranjak, kian gesit pula jejak-jejak keempat kaki kecilnya. Kejarlah daku kalau kau dapat. Susul-susulan, ibarat sebuah lomba jalan cepat yang sebenarnya tak sama kuat. “Gimana nih kalau diikutin sampai rumah? Gimana kalau dia terus minta diadopsi? Aku sudah punya dua anak, siapa yang akan membiayai anak kucing malang ini?” #lebay

Tiba-tiba aku teringat doaku pagi ini. Doa apa? Standar sih, setiap orang pasti berdoa minta perlindungan dan berkat Tuhan sepanjang hari (apalagi di tengah situasi keamanan saat ini, doanya pasti lebih panjang sedikit). Namun ada satu doa tambahan yang aku sisipkan. Doa tersebut mencontek doa Pak Pendeta yang berkhotbah saat malam Natal 2017 lalu. Ia bilang, belakangan ini ia tak lagi berdoa meminta berkat dari Tuhan, namun ia berdoa agar Tuhan mempertemukan dia dengan orang yang bisa ia tolong setiap harinya. Instead of asking for blessing, he prays to God to make him a blessing for others, day by day.

Akupun berubah pikiran. Dari yang awalnya takut dibuntutin, jadi semangat pulang ke rumah untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi lambung kucing lapar itu. Memberi sesuatu yang dapat menolong Si Kitten, berbagi berkat untuknya. Syukurlah, istriku masih menyimpan secuil ayam rebus sisa sop kemarin malam. Sengaja aku pancing dulu Si Kucing ke depan sebuah rumah kosong, baru aku berikan ayamnya di sana, lalu akupun kabur, kembali ke rumah.

Apakah ini berarti Tuhan mengabulkan doaku? Kisah ini mungkin adalah latihan kecil dari Tuhan, untuk sekadar melatih kepekaan diriku. Kali ini Tuhan bereksperimen menggunakan “kucing percobaan”, karena mungkin kelinci susah dicari di komplek perumahan. Dan mungkin bila saatnya tiba, ketika aku dinilai sudah siap menjadi berbagi berkat, maka Tuhan akan mengirimkan obyek sungguhan untuk ditolong.

Tuhan seringkali memberikan kita latihan sebelum mengabulkan doa kita. Karena Ia bukan sekadar Pencipta yang seusai berkarya lalu pergi begitu saja; Ia melatih kita agar menjadi jawara-jawara-Nya, alias pemenang. Pernahkah kita berdoa minta kesabaran, lalu tiba-tiba anak-anak kita yang biasanya ‘jinak-jinak merpati’, menjelma jadi ‘serigala berbulu domba’? Itu adalah latihan kesabaran. Pernahkah saat kita berdoa ingin kurus dan sedang puasa makan malam, tiba-tiba tukang nasi goreng tek-tek terenak se-komplek lewat di depan rumah kita? Itu adalah latihan tahan godaan. Atau mungkin kita berdoa ingin lebih ‘perform’ dalam bekerja, lalu mendadak tertimpa kerjaan sehingga harus lembur di masa-masa menjelang libur? Itu adalah curcol, eh… maksudku itu adalah latihan ketahanan. Atau barangkali hari ini kita berdoa supaya bisa menjadi orang yang ikhlas, lalu keesokan harinya kita kehilangan barang kesayangan kita? Lagi-lagi, siapa tahu itu juga adalah latihan dari Tuhan, nobody knows.


Yang jelas, tujuan dari tiap-tiap latihan adalah membuat kita lebih kuat, lebih pandai, lebih bijaksana dan lebih siap menghadapi segala hal dalam hidup. Bahkan sesungguhnya seumur hidup ini adalah sebuah latihan panjang, yang mempersiapkan diri kita sebelum bertemu dengan-Nya, Pencipta dan Pelatih Agung kita. Jadi, latihan apa yang sedang kau alami saat ini? Jalanilah dengan sebaik mungkin dan senantiasa bersandar pada-Nya, karena sok pasti ada yang indah di ujungnya. Tuhan memberkati.