Monday, October 10, 2011

Language of Love (LoL)

“Saat kusentuh halus, kaupun tahu ‘ku ada…

Kubelai dengan lembut, kau tahu ‘ku sayang…

Ada bahasa cinta melalui sentuhanku…

Kau pun tahu bahasa cinta...”

Melirik penggalan lirik di atas, beberapa dari kita mungkin langsung teringat akan pariwara sebuah produk perawatan bayi ternama di era 90-an. Bila mau bernostalgia sejenak, masih hangat di benak bagaimana iklan tersebut tanpa malu-malu menayangkan adegan seorang bayi bugil yang pantat bogelnya sedang ‘ditepungi’ baby powder oleh sang bunda. Sembari mengusap-usap ‘sepasang bakpao’ tersebut, seolah si bunda sedang berbicara pada anaknya, “De, mama sayang banget sama kamu.” Anehnya, si adik bayi langsung merespon dengan tawa kecilnya seolah mengerti: “Ehehe…hihihi…” Hmm, aneh… kok bisa ya? Inilah yang seringkali disebut orang sebagai bahasa cinta.

Berangkat dari kisah iklan tadi, mari sedikit berandai-andai…

Andai 20 tahun bablas begitu saja, kini sang adik bayi tadi sudah tumbuh menjadi remaja cowok dengan gaya anak ‘begajulan’ zaman sekarang. Anting di cuping kiri, gelang p*wer b*lance di pergelangan tangan kanan, sepuntung rokok sedang luntang-lantung di antara jari telunjuk dan tengahnya. Suatu sore, saat ia asyik nongkrong di ujung gang bersama teman-teman se-gang-nya, sang bunda yang rambutnya kini mulai memutih memanggil dengan bahasa cintanya, “De…ayo pulang, sini mama bedakin yuk.” Kira-kira apa respon si adik yang sudah akil balik ini? Mungkinkah ia menanggapinya dengan senyum lalu mengangguk dan segera pulang? Nyaris mustahil rasanya. Mengapa demikian? Apakah ia merasa malu? Apakah ia tidak paham lagi akan bahasa cinta ibundanya? Bukankah dahulu ia memiliki bahasa cinta yang sama? Mungkinkah bahasa cintanya sudah berubah?

Bahasa cinta… sebenarnya bahasa apakah itu?

Kita yang sudah pernah dan sedang jatuh cinta pasti setuju bila cinta itu simple but also complicated (simplicated). Orang bisa jatuh cinta as simple as that, namun akibat terlalu cinta juga bisa timbul konflik yang amat rumit (conflicated). Itulah cinta, lalu bagaimana dengan bahasanya, apakah se-simplicated cinta itu sendiri? Mari kita belajar sedikit!

Secara sederhana, bahasa cinta adalah ‘bahasa’ yang dimiliki setiap insan untuk mengekspresikan rasa cinta, sayang, suka, dan perhatiannya. Tiap orang memiliki bahasa cintanya masing-masing, baik dalam hal ‘mengucapkan’ maupun ‘mendengarkan’ bahasa ini. Berikut beberapa contoh ekstrim yang semoga dapat membuat pemahaman kita lebih ‘meresap’.

Sebut saja Mawar, ia akan merasa sangat disayang bila makhkota wanitanya selalu dibelai-belai. Beda dengan Melati, dirinya akan terbuai bila tak putus-putusnya dingiangkan“I love you, Darling” di telinganya. Sementara Anyelir, serasa bak putri kesayangan pangeran ketika kekasihnya menjadi “ojek pribadi” yang siaga 24 jam dengan ‘kuda putih gagahnya’. Begitulah kira-kira bahasa kasih para ‘kembang desa’, lalu bagaimana dengan para ‘kumbangnya’? Bang Juri, kebahagiaannya sebagai suami menjadi sempurna ketika sang istri membelikannya arloji di hari jadi mereka. Sedangkan Pak RT, merasakan bulan madu keduanya manakala Bu RT menemaninya berbincang di tepi ranjang sebelum mereka ‘saling menerjang’.

Menurut ilmu yang saya peroleh di bimbingan pranikah, setidaknya bahasa cinta manusia dikelompokkan menjadi 5 bahasa, yaitu: physical touch (bahasanya Mawar), words (bahasanya Melati), acts of services (bahasanya Anyelir), gifts (bahasanya Bang Juri), dan quality time (bahasanya Pak RT). Cukup jelaskah? Supaya kian paham, mari ‘tenggelam’ lebih dalam!

Yang pertama, physical touch; ini bukanlah aktivitas fisik semata, melainkan ungkapan hati yang dijewantahkan dalam sentuhan. Bukan berarti suka dibelai karena jablai (jarang dibelai), tapi karena dalam belaian ada rasa disayang, aman, nyaman dan perlindungan secara emosional. Second language is words. Frasa demi frasa yang diutarakan sepenuh rasa, seolah mengangkat diri si empunya bahasa ini ke awan-awan cintanya. Lewat pujian, percaya dirinya pulih; lewat pengakuan, jati dirinya terangkat; dan lewat kalimat penyemangat, ia mampu bangkit dari keterpurukan! Bahasa cinta ketiga, acts of service. Si dia senang sekali bila kita melayaninya: membuatkannya teh manis, menyiapkan handuk mandinya dan mengantarnya sesuai rutenya hari itu. Bagi kita yang belum mengerti, acapkali kita menyangka bahwa orang macam ini adalah pribadi yang manja, bossy, atau bahkan egois; namun ternyata bukan itu faktanya. Atribut tersebut hanyalah bahasa cintanya, bukan karakter pribadinya.

Berikutnya, gifts, adalah sebuah ekpresi cinta yang diwujudkan dalam bentuk pemberian, misalnya hadiah (baik yang rutin maupun kejutan). Intinya, si pemilik bahasa ini merasa dicintai tatkala someone give him / her a gift. Perlu diingat, bukan berarti doski seorang yang materialistis, tapi memang beginilah gaya bercintanya! Finally, di urutan paling bontot ada quality time. Pecinta spesies ini dijamin tidak akan menuntut banyak dari kita, yang dia butuhkan hanyalah waktu kita, keberadaan kita di sampingnya, menemaninya melakukan hal yang terkadang sepele sekalipun.

Mencintai orang yang salah, pasti jadi masalah. Mencintai orang yang tepat namun salah dalam berbahasa cinta, juga bisa timbul prahara. Salah menuturkan bahasa cinta ibarat melesatkan anak-anak panah yang tak pernah kena sasaran. Akhirnya, sang pemanah pun kelelahan, sementara sang target tetap merasa terabaikan. Celakanya lagi, bila ternyata ada panah pihak ketiga yang ‘nyasar’ dan mengenai target kita. Salah-salah, apa yang sudah menjadi milik kita bisa ‘disamber’ orang.

True love never changes, but how about its language? Seorang istri yang telah melewati masa pernikahan peraknya sharing kepada saya, “Dulu saya ngga suka lho kalo dicium suami saya, eh tapi lama-lama enak juga ya!” Sebuah kejujuran barusan mencerminkan bahwa bisa saja ekspresi cinta berubah, walau tidak selalu. Untuk itu, senantiasa pastikan bahwa kita telah berbicara dengan bahasa cinta yang tepat. Bagaimana caranya? Mudah saja, bertanyalah! Usahlah sungkan. Jangan sampai pepatah “malu bertanya sesat di jalan” membuat hubungan kita retak perlahan.

Jadi, pekerjaan rumah kita sekarang adalah memastikan pada orang yang kita kasihi: “Darl, what is your love language?” Apakah selama ini aku sudah menyapa dan menyentuh hatimu dengan cara yang benar? Bila sudah dapat ‘contekan’, waktunya dipraktekkan! Touch, speak, serve, give and spend your precious time with your wife, husband, or spouse; and enjoy a wonderful communication of loves. Buat kamu yang jomblo, ngga perlu melongo, soon your time will come! In fact, now there are many people around you waiting to hear your love voice and eager to share it with you. No reason to miss this love season!

As closing words in this “LoL”, I just want to say what L-men six packs man had said:

”Trust me, it works!”

Thanks for reading, Friends!

God knows your "LoL", and He loves you more than that.

Jesus blesses you.

Tuesday, January 11, 2011

B1M84NG


Hidupku penuh sesak…
Hari-harinya berjejal dengan angka, dijubeli ribuan kata
Bila aku harus memilih, antara kata dan angka, apa pilihanku?

Ku lebih suka bekerja menguntai kata,
ketimbang berkutat dengan rentetan angka.
Namun ‘ku lebih senang dibayar dengan sederet angka,
ketimbang hanya dengan serangkai kata.
Jadi, apa pilihanku?

Kata-kata itu luar biasa;
sebab kala mereka dijalin, indahnya lampaui rupanya bunga.
Angka-angka pun tak kalah dahsyat;
karena saat ditanam di ‘pot’ yang tepat, mereka berbunga berlipat-lipat.
Jadi, apa pilihanku?

Karena kata, selembar papirus mati jadi berarti.
Karena angka, secarik kertas lusuh mati-matian dicari.

Akibat kata penuh umpat, persahabatan tak lagi erat.
Akibat angka penuh muslihat, persaingan tak lagi sehat.

Jadi, apa pilihanku?

Aku suka angka, tapi juga cinta kata.
Bahkan otak kiriku memikirkan keduanya.
Jadi, bila aku harus memilih, antara kata dan angka, apa pilihanku?

B1M84NG… sebab ‘ku butuh keduanya ‘tuk melengkapi hidupku.